Seorang pemimpin negara seperti presiden seharusnya memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan selalu mengedepankan kepentingan negaranya sendiri ketimbang negara lain. Namun apa yang baru-baru ini dilakukan Presiden Jokowi sepertinya sangat tidak berpihak kepada Indonesia dan seakan lebih memihak kepada kepentingan negara lain yaitu China.
Jokowi melakukan sebuah perjanjian atau kesepakatan dengan Presiden China Xi Jinping, yang di dalamnya terdapat 8 buah perjanjian atau kesepakatan. Namun, banyak yang menilai bahwa hampir semua perjanjian tersebut akan mengancam kedaulatan Negara Republik Indonesia. Bagaimana tidak? Proyek IKN yang saat ini baru rampung sekitar 5 sampai 6 persen saja, sepertinya akan diselesaikan oleh China demi ambisi seorang Jokowi.
Dalam kesepakatan tersebut ada 4 poin yang menurut pengamat politik sangat mengkhawatirkan dan bisa mengancam kedaulatan negara RI dan menguntungkan negara China yang nantinya bisa bebas berkeliaran di beberapa wilayah termasuk IKN Nusantara. Bukankah seharusnya jika ada ada perjanjian kedua negara, harus saling menguntungkan kedua belah pihak. Lalu, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, masih adakah jiwa nasionalisme dalam diri Jokowi atau sudah tergadaikan ke negeri China?
Jiwa nasionalisme yang dimiliki seorang pemimpin negara adalah elemen krusial dalam kepemimpinan presiden untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan negara. Apa yang telah dilakukan Jokowi sebagai Presiden RI yang menandatangani 8 perjanjian dengan China, tentu saja menuai kontroversi dan kritik keras dari berbagai pihak. Karena seakan begitu gampangnya memberikan keleluasaan kepada negara China untuk ikut campur dan mengelola berbagai proyek penting yang ada di Indonesia.
Ketakutan Jokowi akan proyek IKN yang mangkrak memaksa dirinya untuk melakukan berbagai cara termasuk menyetujui 8 kesepakatan dengan China. Delapan butir kesepakatan tersebut di antaranya adalah:
1. Protokol tentang Persyaratan Pemeriksaan dan karantina untuk Ekspor Serbuk Konjac dari Indonesia ke Tiongkok
2. Protokol tentang Persyaratan Phytosanitary untuk Ekspor Tabasheer dari Indonesia ke Tiongkok
3. Rencana Aksi Kerja Sama Bidang Kesehatan
4. Nota Kesepahaman tentang Pusat Penelitian dan Pengembangan Bersama
5. Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Perencanaan Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman terkait Pemindahan Ibu Kota Baru Indonesia
6. Nota Kesepahaman tentang Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Tiongkok "Two Countries, Twin Parks
7. Nota Kesepahaman tentang Pendidikan Bahasa Tiongkok
8. Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Ekonomi dan Teknis
Pada poin ke-7 ada kesepahaman pendidikan bahasa Tiongkok, yang sangat mencurigakan maksud dan tujuannya. Sekolah di Indonesia nantinya akan diwajibkan untuk mempelajari bahasa China, yang kemungkinan bertujuan untuk menguasai Indonesia dari berbagai bidang termasuk bahasa. Belum lagi ada tujuh kesepakatan lain yang akan mengganggu kestabilan dan kedaulatan Negara RI.
Untuk itu, sebagai rakyat yang mencintai negerinya, sudah sepatutnya kita selalu waspada dengan apa saja yang bisa mengganggu kedaulatan negara termasuk 8 kesepakatan yang dilakukan Jokowi dan Xi Jinping. Jika sampai negara kita terlalu bergantung pada China, maka akan menimbulkan masalah besar bagi Indonesia terutama keamanan dan kestabilan yang melibatkan China dalam beberapa tahun terakhir.
Ketergantungan seperti ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan dan kekhawatiran, salah satunya adalah; "masih adakah rasa nasionalisme dalam jiwa Presiden Jokowi?" Selain itu, klaim Presiden Jokowi tentang "kemajuan konkret" dalam kerja sama Indonesia dan China, terutama setelah G20 di Bali pada tahun sebelumnya, juga menimbulkan banyak keraguan. Ada beberapa pertimbangan kritis mengenai hubungan ini yang mungkin memiliki risiko riil yang harus dihadapi.
Perlu adanya bukti yang lebih transparan dan konkret mengenai manfaat nyata dari kerja sama ini. Indonesia seharusnya tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional hanya untuk memenuhi ambisi China menjadi ekonomi berpengaruh di dunia tanpa memastikan kesepakatan bilateral tersebut memberikan keuntungan yang jelas bagi Indonesia.
Misalnya publik melihat kepentingan ekonomi China dalam mendominasi hilirisasi nikel telah merugikan masyarakat asli atau pribumi karena tenaga kerja yang digunakan bukan mayoritas dari bangsa Indonesia.
Untuk itu 8 Kesepakatan Ekonomi Xi-Jokowi baru tersebut perlu dilihat dengan cermat dan perlu peninjauan ulang, karena pengalaman sebelumnya kesepakatan ekonomi dengan China telah melahirkan banyak persoalan ekonomi dan sosial seperti utang baru pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan penolakan tenaga kerja pribumi di smelter hilirisasi nikel China di Sulawesi dan Maluku.
Ada Tiga Kehati-hatian Indonesia dalam Kesepakatan Ekonomi dengan China Tersebut
Pertama, pemerintah perlu menjaga stabilitas kawasan dengan cermat. Dalam mengelola dukungan China terhadap Indonesia dalam kepemimpinan ASEAN, penting untuk tetap mempertimbangkan kepentingan nasional dan kedaulatan Indonesia agar tidak ada Cinaisasi atau dominasi China terhadap Indonesia.
Kedua, pemerintah perlu meningkatkan keterbukaan dan transparansi dalam menyajikan bukti konkret mengenai manfaat nyata dari kerja sama dengan China. Dibutuhkan analisis mendalam untuk mengantisipasi potensi risiko yang mungkin muncul dari kesepakatan bilateral tersebut.
Ketiga, pemerintah harus memastikan bahwa kemitraan dengan China memberikan keuntungan ekonomi dan sosial yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Prinsip kesetaraan dan kepentingan nasional harus dijunjung tinggi agar manfaat dari kerja sama ini dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Hubungan Indonesia dengan China memerlukan kewaspadaan tinggi dan keberanian dalam menghadapi risiko jangka panjang. Pemerintah harus bersikap transparan, kritis, dan memihak pada rakyat dalam menjalankan kesepakatan agar hubungan tetap seimbang dan saling menguntungkan tanpa merugikan kedaulatan dan kepentingan nasional.